Sengketa Blok Ambalat dan Ambalat Timur
Konflik ini terjadi karena dilatar belakangi oleh beberapa faktor salah satunya adanya blok minyak yang sangat potensial dan juga dikarenakan blok ambalat tidak memiliki batas laut yang jelas dan juga kedua belah pihak (Indonesia dan Malaysia) tidak memiliki kesepakatan terkain batas negara di kawasan ini. Selain itu konflik juga di picu dengan kekayaan SDA yang melimpah dikawasan ini. Sehingga keua belah pihak saling meperebutkaan wilayah Ambalat.
Pihak Malaysia secara sepihak mengklaim wilayah ambalat dengan membuat peta baru 1979, namun Indonesia dan beberapa negara tetangga lainya tidak mengakui peta ini dan mengajukan protes. Meski demikian, peta 1979 tetap menjadi peta resmi yang berlaku di Malaysia hingga saat ini. Pada intinya, peta 1979 adalah peta sepihak Malaysia yang tidak mendapat pengakuan dari negara tetangga dan dunia internasional.
Dengan klaim tersebut, melalui Petronas, Malaysia kemudian memberikan konsensi minyak di Blok Ambalat kepada Shell, perusahaan minyak Inggris-Belanda. Sebelumnya, kegiatan penambangan migas di lokasi yang disengketakan itu dibagi oleh pemerintah Indonesia menjadi Blok Ambalat dan Blok East Ambalat. Blok Ambalat dikelola kontraktor migas ENI asal Italia sejak tahun 1999, sementara Blok East Ambalat dikelola Unocal Indonesia Ventures Ltd. Asal Amerika sejak Desember 2004.
Pihak Malaysia, melalui Petronas memberikan konsesi eksplorasi minyak kepada perusahaan Shell pada tahun 2005 (16 February 2005), padahal Indonesia lebih dulu memberikan konsesi penambangan migas (blok Ambalat) kepada ENI (Italia) sejak tahun 1999 serta kepada Unocal (blok East Ambalat) sejak tahun 2004. Juga sejak tahun 1960-an Indonesia sudah lebih dahulu memberikan konsesi kepada beberapa perusahaan asing lainnya dengan nama yang berbeda di wilayah Ambalat.
Penyelesaian Konflik Ambalat
Sengketa ambalat terjadi saat Malaysia mulai mengklaim secara sepihak dengan membuat peta dengan memasukkan blok ambalat sebagai wilayah teritorialnya. Hal tersebut menuai banyak protes oleh negara lain. Klaim yang dilakukan tentu saja salah karena Malaysia menarik batas melebihi jarak yang seharusnya. Setelah sipadan ligitan jatuh ke tangan Malaysia, konflik ini kembali memanas.
Apabila kita melihat sejarah, Blok Ambalat merupakan kelanjutan dari wilayah Kalimantan Timur. Dan hal ini sesuai dengan aturan landas kontinen dalam UNCLOS tahun 1982, dimana dikatakan landas kontinen suatu negara kepulauan meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran laut tepi landas kontinen atau 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur.
Pada saat itu Malaysia bukan negara kepualuan melainkan negara yang berbentuk semenanjung yang tidak berhak menarik batas kontinen dari pulau terluar. Akan tetapi setelah sipadan ligitan dimenangkan oleh malaysia, malaysia kembali melakukan klaim dengan menarik batas kontinen dari garis pantai pulau sipadan dan ligitan. Apabila Indonesia lebih peka terhadap batas maritim mungkin sengketa blok ambalat ini tidak akan pernah terjadi, karena menurut UNCLOS 1982 kedudukan Indonesia sebagai negara kepulauan lebih kuat atas blok ambalat dan tentunya dengan bukti-bukti sejarah yg dimiliki Indonesia. Hingga saat ini belum ada batas kontinen yang pasti di Blok Ambalat. Pada tahun 2009 pemerintah Indonesia dan Malaysia memilih menyelesaikan konflik ini secara diplomatis.
Langkah-langkah hukum yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi klaim Malaysia
1. Strategi diplomasi luar negeri dan pengaturan perundang-undangan. Kementerian Luar negeri menekankan pada soft diplomacy yaitu cara penyelesaian masalah secara halus tetapi tetap mempertahankan misi dengan kuat tanpa merendahkan harga diri bangsa Indonesia.
2. Strategi yang dilakukan oleh TNI AL yaitu menggelar operasi yang dikategorikan sebagai tindakan preventif (stabilitas keamanan dilaut, melindungi sumber daya alam dari berbagai pencegahan) dan represif (tindakan).
Post a Comment